Aku versus Upacara
......., baiklah , ini sudah jam 04:49 AM, ...
Menanggapi status saya tadi siang yang berbunyi; "Tidak ada cerita hari ini. Sungguh memalukan!".
Sebenarnya, ada cerita yang sungguh menarik -menurutku- dan aku yakin akan laku keras untuk di konsumsi publik. Karena, publik, begitu suka pada berita maupun cerita yang memaparkan secara gamblang sebuah kata "keburukan". Disini, bukanlah keburukan secara halus, akan tetapi keburukan secara benar, tanpa perlu artikulasi yang berbeda. Tanpa perlu persfektif dalam melihatnya.
Karena itu, saya tidak ragu untuk mengangkat masalah ini sebagai headline catatan.
Catatan:Tulisan ini saya ceritakan dari rekaman, baik secara keseluruhan ataupun tidak -bahkan ada sedikit interupsi aneh, karena saya masih di temani orang-orang aneh.
Sebuah kata keluar : "Dunia makin aneh, jadi, kita harus ikutan aneh agar menjadi normal seperti yang lain. Alasannya, karena, orang normal bila dikumpulkan bersama orang aneh, maka akan dianggap aneh, jika tidak mau dikatakan aneh.
"Well... mari kita mulai. Test... test...... Ini mic sudah jalan belum bang?" Suara Narator terdengar dari podium.
Aku sendiri merasa (sedikit) aneh, bagaimana microphone dapat berjalan layaknya manusia atau binatang. Tapi sudahlah, itu bukan urusanku, lagian inti cerita disini bukan microphone.
Hari itu, pagi hari, aku dibangunkan oleh Ishak pada jam 6:30 AM. Ishak adalah teman tempat biasa aku nebeng ngenet.
Agak telat dari biasanya, karena insomnia yang sudah menjangkitiku. Sebanarnya, jujur, aku merasa iri dengan mereka yang dapat tidur lebih cepat.
Hari ini adalah hari kedua aku menjalani PPL (Praktek Pengayaan Lapangan). Aku ditempatkan di SMU Muhammadiyah Banda Aceh.
Semangat pagi masih mengalir deras bak air bah, mengejutkan mata dan pikiran yang masih belum sempurna menikmati waktu diatas kasur. Tapi ingat TUGAS,mau tidak mau, suka tidak suka, harus bangun melawan kantuk. Menuju lahan pengabdian.
Setelah semua persiapan telah oke, termasuk sarapan pagi (Walau sejujurnya, aku sadar benar, makan pagi begitu terasa aneh dilidah, karena aku tidak pernah sarapan pagi), akan tetapi karena upacara (Sebagaimana ancaman tak tertulis, jika Upacara Bendera harus sarapan agar tidak pingsan dilapangan), maka aku pun memaksa memasukkan seluruh sarapan pagi yang nyaris tidak pernah kulihat. Lagi-lagi karena alasan TUGAS.
Berangkat dengan meminjam motor seorang lelaki yang biasa kupanggil abang Dody, aku pun meluncur dengan pasti menuju lahan perjuangan (Perjuangan untuk sebuah kata, Izajah).
Mengenakan setelan baju putih hitam, plus sepatu yang sudah bergelar sarjana S.Sos.i, terlihat mengkilap. bahkan aku sendiri dapat melihat bayanganku disana.
Beberapa saat kemudian, Bu Mus, seorang Instruktur (Mohon baca cerita sebelumnya), memerintahkan kepadaku untuk mengecek apakah masih ada siswa yang bersembunyi di dalam kelas. Aku pun segera melaksanakan perintah itu. Akan tetapi, setelah berada di lokasi, tidak satupun siswa terlihat (Sebenarnya aku berharap ada beberapa siswa yang bersembunyi dan aku menemukan mereka, dengan itu aku akan terlihat keren dan menjalankan TUGAS dengan baik).
Aku tidak putus asa, aku pun menuju lantai dua dan tiga dari sekolah itu, berharap akan ada siswa yang bersembunyi, dan aku benar-benar menjadi keren,karena berhasil menjalankan TUGAS. Tapi sayang, aku tidak menemukan mereka.
Gagal sudah kesan pertamaku menjalankan TUGAS.
Aku pun kembali dengan tangan hampa, bergabung bersama teman-teman seperjuangan untuk mengikuti Upacara Bendera.
Sebenarnya ada banyak cerita (khususnya cerita-cerita kocak dan sedikitr aneh pada hari pertamaku ini), setelah 11 Tahun tidak pernah mengikuti upacara seperti ini, aku agak sedikit kecewa. Karena, aku melihat secara langsung bagaimana sebuah sikap "remeh" terjadi dalam sebuah upacara (Aku tidak tahu, apakah diriku termasuk dari barisan "remeh" tersebut). Padahal, ini upacara pertamaku. Tapi sudahlah, aku tidak ambil pusing.
Antara TUGAS dan "Remeh", aku seperti buta terhadap dua kata-kata itu.
Begitulah, sebuah moment kehidupan yang harus aku jalani hari itu, hingga jadwal piket dibagikan, aku mendapat tugas untuk menjaga gerbang sekolah. Jika dipikir-pikir, saat itu, kami seperti penjaga untuk memata-matai setiap siswa. Kami harus menjalan TUGAS memata-matai ini, karena kami butuh NILAI. Kami harus menjaga secara ketat, tidak ada seorang siswa pun yang terlepas dari mata kami.
Sedikit petentengan, terkadang kami menjadi angkuh pada sebuah kata TUGAS.
Waktu terus berjalan, berjalan diantara iringan awan dan keangkuhan matahari yang selalu mencoba menembusnya. Membakar siapa saja, termasuk kami yang setia berdiri di depan gerban sekolah.
Tak ada kegiatan lain yang dapata aku kerjakan di Gerbang sekolah itu, hanya termenung dan sebuah novel usang ditanganku. Mengisi ruang waktu hingga bel sekolah berbunyi, pulang.
Ah..., nyaris tidak ada cerita menarik hari yang kulalui. Sangat memalukan, tentunya.
**
"Oke bang, apakah sudah dapat rekamannya? Nanti edit terlebih dahulu sebelum di-post-kan".
"Apa? oh iya, Aku lupa menghidupkan mic-nya, bang".
termakasih sudah mendengarkan rekaman ini dan rekaman ini tidak akan bercerita tentang PPL lagi, jadi terimakasih semuanya dan wassalam.
(udah bg, matiin aja mi........)
0 komentar:
Posting Komentar